Universitas Negeri Gorontalo (UNG) ketambahan 2 guru besar lagi setelah Ketua Senat yang juga Rektor Dr. Syamsu Badu mengukuhkan Prof. Dr. Sayama Malabar dan Prof. Dr. Fenty Puluhulawa sebagai guru besar tetap dalam sidang senat terbuka di Gedung Serba Guna, Selasa (26/11).
Prof. Dr. Sayama Malabar adalah dosen linguistik pada Fakultas Sastra dan Budaya dan Prof. Dr. Fenty Puluhulawa adalah dosen ilmu hokum di Fakultas Ilmu Sosial.
Dalam Pidato pengukuhannya, Prof. Dr. Sayama Malabar mengungkapkan kondisi berbahasa masyarakat Gorontalo yang telah berbaur dengan para transmigran Jawa di Kabupaten Gorontalo. Di Unit Pemukiman Transmigrasi yang dibuka sejak tahun 1952 ini masyarakat berbaur dan berinteraksi.
“Kedatangan para transmigran membawa perubahan yang besar, termasuk budaya. Para transmigran menghadapi sesamanya yang berasal dari berbagai daerah dan warga lokal yang tinggal di sekitar pemukiman. Mereka telah memiliki, memelihara dan menganut system kebudayaan yang mapan” kata Sayama.
Dalam penelitian tersebut Sayama menemui masyarakat yang unik, sekumpulan orang yang menggunakan bahasa Jawa, Gorontalo, dan bahasa Melayu dialek Manado. Hal ini disebbabkan adanya interaksi social menggunakan dua bahasa atau lebih.
“Gejala penggunaan dua bahasa atau lebih ini lebih rumit karena penutur memasukkan memasukkan usur bahasa lain dalam interaksi verbal mereka” jelas Sayama. Fakta ini tidak saja ditemui pada masyarakat transmigran, namun juga ditemui pada masyarakat Gorontalo. Interaksi ini telah membentuk masyarakat baru dalam kerangka budaya nasional Indonesia.
Fenomena menarik inilah yang dipaparkan dalam pidatonya yang berjudul Sosiolinguistik tentang fenomena kebahasaan.
Sementara itu Prof. Dr. Fenty Puluhulawa dalam pidato pengukuhannya memaparkan penegakan hukum lingkungan pada pertambangan mineral dan batubara.
Fenty melihat penegakan hukum saat ini sangat mendesak untuk dilaksanakan mengingat kualitas lingkungan hidup semakin menurun, bahkan telah menjadi ancaman bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Eksplorasi tambang yang dimulai dengan kegiatan pembukaan hutan, pengupasan lapisan tanah, sampai pada penggerusan tanah pada kedalaman tertentu menjadi ancaman ekologi.
”Fakta menunjukkan bahwa penambangan berpotensi merusak lingkungan. Tambang termasuk sumber kekayaan alam yang tidak dapat diperbarui, oleh sebab itu rusaknya kawasan tambang akan menyebabkan rusaknya ekosistem” kata Fenty.
Fenty melihat persoalan tambang adalah pengabaian kerusakan lingkungan. Penggunaan bahan berbahaya seperti merkuri dapat menyebabkan pencemaran. Hal ini tidak saja terjadi pada perusahaan tambang skala besar, juga pada penambangan yang dilakukan masyarakat secara tradisional.
Pertambangan skala besar juga menyebabkan perubahan bentang alam.
“Wilayah pertambangan dengan system kontrak karya yang diberikan kepada investor sebagian besar terletak di hutan lindung bahkan dalam kawasan taman nasional. World resource melaporkan pada 2005 bahwa selama 20 tahun kerusakan hutan Indonesia mencapai 43 juta Ha atau seluas Negara Jerman dan Belanda. Kenyataan ini mengancam ketersediaan cadangan sumber daya kolektif yang disebabkan oleh agresifitas individu atau badan hukum yang cenderung memaksimalkan haknya secara berlebihan meskipun legal” papar Fenty.
Fakta ini menunjukkan belum adanya sinkronisasi antara UU sektoral pada sektor kehutanan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).-RA-
Apel dalam rangkaian peringatan hari lahir UNG
.
Kegiatan UNG bersholawat dilaksanakan pukul 19.15 WITA.
.
Established
In
as STKIP N. Gorontalo
Student
body
from 27 province
Number of
Lecturers
from 85 majors
University
rank
at BLU Category
Keseluruhan
Hari Ini
Kemarin